Catetan Seorang Wartawan Stres…!!!

Sekedar curhatan

Doel dan Realitas Kehidupan Kita

Ah…. Rasanya sudah lama tidak menulis di blog ini. Penyebabnya bukan karena malas, tetapi karena beberapa bulan belakangan begitu banyak cobaan yang menimpa, sehingga sukar untuk menumbuhkan semangat menulis, walau pun banyak ide untuk ditulis di kepala ini.

Beberapa minggu ini, kebiasaan saya sedikit berubah. Kalau dahulu, setiap pagi selalu menghidupkan radio dan mendengarkan musik serta berita-berita yang dibacakan oleh penyiar. Kali ini hal itu terganti dengan menonton berita pagi di tv, sekaligus sinetron pagi.

Ya, sinetron, tapi bukan sinetron yang banyak ditayangkan oleh berbagai tv swasta kita sekarang yang tidak mempunyai alur cerita tidak jelas, hedonisme, tidak bermutu dan tidak mendidik. Melainkan sebuah sinetron lawas yang terkenal pada era 90-an, “Si Doel Anak Sekolahan” yang tayang disebuah stasiun tv swasta tertua di Indonesia.

Kenapa harus menonton sinetron lawas itu, karena kalau melihat sinetron itu, saya selalu teringat dengan masa- kecil dulu di desa, masa-masa kuliah dan masa-masa pasca kelulusan dan mencari kerja.

Selain itu, “Si Doel” menjadi obat kerinduan saya terhadap keinginan melihat sebuah tayangan televisi yang merakyat, tidak dibuat-dibuat, sekaligus mendidik, tidak seperti yang disuguhi sekarang ini.

Melihat “Si Doel” juga membuat saya teringat bagaimana realita sosial kita sudah jauh dari budaya timur yang menjunjung kesopanan serta ada istiadat adi luhung, tergantikan dengan budaya barat dan hedonisme yang menjangkiti generasi muda bangsa ini.

“Si Doel” menggambarkan kehidupan masyarakat kelas bawah yang terpinggirkan karena pembangunan namun tetap berusaha untuk maju dengan usahanya sendiri.

Bagaimana si Doel mencari kerja tanpa lelah tanpa menggunakan jalur-jalur “khusus” seperti yang digunakan banyak anak-anak sekarang, Nyak yang tetap setia pada Babe yang telah meninggal, tidak seperti kebanyakan “wanita paruh baya” sekarang yang gemar akan daun muda.

Masih ada Sarah yang tidak menilai seseorang karena harta, tetapi lebih kepada ketulusan dan kesederhanaan kehidupan keluarga Sabeni yang apa adanya dan menjadi diri sendiri.

Tanpa kita sadari, kehidupan keluarga si Doel adalah sebuah cerminan hidup yang hampir musnah di masyarakat bangsa ini, nilai-nilai itu telah terlindas roda zaman yang tak peduli berputar.

Sifat sederhana telah digantikan dengan sikap hedonisme yang mengutamakan benda berkilau, dan ketulusan telah terganti dengan materialisme.

Tetapi entah mengapa, banyak di antara kita yang justru bangga akan sikap itu, dan tak lagi peduli dengan orang di dekatnya yang membutuhkan uluran tangan.

Realita kehidupan kita memperlihatkan jurang pemisah yang begitu besar antara si miskin dan si kaya, tanpa ada jembatan yang dapat menghubungkan dua sisi yang ibarat langit dan bumi.

Yah… itulah hidup, selalu penuh warna dan misteri yang tak terungkap oleh dangkalnya pemikiran manusia yang angkuh.

April 20, 2009 - Posted by | Uncategorized

No comments yet.

Leave a comment